Tuesday, August 7, 2007

MOTIFASI MEMBACA DAN MENULIS

MOTIFASI MEMBACA DAN MENULIS

Stephen R. Covey: “Pabila saya ingin mengubah sebuah keadaan, saya harus mengubah diri saya lebih dahulu. Dan untuk mengubah diri saya secara efektif, saya lebih dulu harus mengubah persepsi saya.”
S.I Hayakawa: “Dalam makna yang sungguh-sungguh, sebenarnya orang membaca kepustakaan yang baik, telah hidup lebih dari pada orang-orang yang tak mau membaca…adalah tak benar bahwa kita hanya punya satu kehidupan yang kita jalani. Jika kita bisa membaca, kita bisa menjalani berapapun banyak dan jenis kehidupan seperti yang kita inginkan.”
Dr. Sir. M. Iqbal: “Berapa lamakah kau akan tetap menggelepar mengantung di sayap orang? Kembangkan sayapmu sendiri dan terbanglah lepas seraya menghirup udara bebas di taman luas.”
Hernowo: “Membaca dan menulis, Insya Allah dapat mengantarkan kita menuju kebahagiaan hidup.”
E.F Schumacher: “Pabila ruang spiritual yang ada pada kita tidak diisi dengan dorongan yang lebih tinggi, pastilah ruang itu penuh dihuni oleh sesuatu yang lebih rendah-sikap hidup yang kerdil, keji dan kikir, yang ditutup-tutupi oleh kalkulus ekonomi.”
Ali Bin Abi Thalib: “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
Deliar Noer: “Hidup memang perlu dijalani terus, dipahami atau tidak. Maka, akupun bersyukur dengan keadaanku sekarang. Memang aku tidak punya jabatan, tanpa uang berlebihan, tapi kurasa sudah ada juga yang kuberikan untuk keluarga, famili, masyarakat, bangsa dan ummat.”
J.K Rowling: “Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri. Itulah yang saya lakukan.”
Glenn Doman: “Belajar membaca itu sama mudahnya dengan belajar berbicara. Malah sebenarnya lebih mudah. Ini lantaran kemampuan melihat telah terbentuk sebelum kemampuan bicara.”
Carole King: “ Kata dapat menyakitimu bila kau biarkan, kata diucapkan dan dilupakan, kata dapat berjanji, kata dapat berdusta. Namun, perkataanmu membuatku dapat terbang.”
Jalaluddin Rakhmat: “Memang, untuk melakukan analisis kritis terhadap tarikh, di samping logika, kita memerlukan literatur.”
Barbara Tuchman: “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek.”
Sa’ad bin Jubair: “Dalam kuliah-kuliah Ibnu Abbas, aku biasa mencatat di lembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, dan kemudian di tanganku. Ayahku sering berkata: Hafalkanlah, tetapi terutama sekali tuliskanlah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu.”
Dave Meier: “Pembelajaran adalah perubahan. Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: bila sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal syaraf kimiawi (ekletris) seseorang pun berubah. Sesuatu yang baru tercipta di dalam diri seseorang-jaringan saraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan hubungan baru. Dalam proses pembelajaran, para pembelajar harus diberi waktu agar hal-hal baru ini betul-betul terjadi di kedalaman dirinya. Bila tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Tak ada yang menyatu, dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. Bila tak ada waktu untuk berubah, berarti tak ada pembelajaran sejati.”
Kompas: “Biarkan mereka katakan ‘mengapa’ terhadap setiap hal sepanjang hidupnya. Setiap ‘mengapa’ akan selalu menambah pengetahuan dan membuka wawasan. Pengetahuan, wawasan, dan pengalaman akan menjadikannya bijak.”
Ignas Kleden: “Di sini saya teringat akan cerita almarhum Soedjatmoko, bahwa setiap kali dia harus menulis makalah, maka dia seakan berhadapan dengan sebuah tekanan dan penderitaan besar. Menulis selalu menjadi momen-momen yang ‘agonizing’ yang dapatlah dianalogikan dengan penderitaan seorang ibu yang berjuang melahirkan anaknya.”
Stephen R. Covey: “Sebagian besar dari perkembangan mental kita dan disiplin studi kita berasal dari pendidikan formal. Akan tetapi, segera sesudah kita meninggalkan disiplin eksternal sekolah, banyak dari kita membiarkan otak kita berhenti pertumbuhannya. Kita tidak lagi membaca secara serius, kita tidak menjajaki subjek baru secara mendalam di luar bidang tindakan kita, kita tidak berpikir secara analitis, kita tidak menulis-sedikitnya tidak kritis atau tidak dengan cara yang menguji kemampuan kita mengekspresikan diri di dalam bahasa yang baik,jelas dan ringkas. Sebaliknya, kita malah menghabiskan waktu kita untuk menonton televisi.”
Rasul Ja’farian: “Sejumlah tradisi besar menunjukkan bahwa para Imam mempunyai buku-buku dan tulisan-tulisan yang mereka warisi dari para leluhurnya. Dalam tradisi lain, diriwayatkan bahwa Imam Ali pernah membuat pernyataan ‘ikatlah ilmu’ (lewat tulisan), yang diulanginya sampai dua kali. Telah diriwayatkan dari jabir bahwa Abu Hanifah memanggil Imam Ja’far Ash Shadiq dengan kutubi (kutu buku), sehubungan dengan kepercayaannya pada buku-buku, dan Imam bangga dengan julukan tersebut.”
Peter F. Drucker: “Menyampaikan pengetahuan-bahkan pada tingkat tinggi yang sesuai untuk masyarakat berpengetahuan-merupakan tugas lebih mudah dari pada memberikan kemampuan dan pengetahuan kepada siswa untuk terus belajar dan punya keinginan belajar.”
Isabella Ziegler: “Writing is a lonely profession.”
Elizabeth G. Hainstock: “Membaca dan menulis berlangsung bergandengan, dan latihan-latihan awal materi-materi sensoris metode Montessori mempersiapkan anak untuk mengenal keduanya (membaca dan menulis). Montessori mengamati bahwa anak seringkali ‘memuntahkan segalanya dalam tulisan’, dan karena pengalaman-pengalaman sensoris tahun-tahun awal mereka, menulis biasanya terjadi sebelum anak benar-benar bisa membaca.”
Glenn Doman: “Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku dalam usia tiga tahun dan mereka menyukainya.”
Hernowo: “Membaca buku dapat dilakukan secara ngemil (tidak sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit).”
Hernowo: “Fungsi buku adalah menggerakkan pikiran kita.”
Hernowo: “Gizi sebuah buku terletak di susunan kata yang mampu merangsang pikiran untuk bergerak.”
Hernowo: “Mengambil jeda (berhenti sejenak) saat membaca buku akan membuat proses pembacaan menjadi efektif.”
Hernowo: “Menulis adalah melahirkan pikiran dan perasan lewat tulisan.”
Hernowo: “Buku yang ‘bergizi’ memerlukan gagasan cemerlang. Gagasan cemerlang adalah gagasan yang mampu melakukan perubahan-perubahan besar dan berarti.”
John P. Kotter: “Visi adalah gambaran realitas masa depan yang menarikd an logis (rasional).”
Iqbal: “Orang yang bervisi adalah orang yang memiliki kemampuan menyatukan masa lalu yang jauh dengan kekinian dan kedisinian yang sedang dilakoninya untuk kemudian ‘menengok’ secara amat menukik, pelbagai kemungkinan yang akan terjadi di depan.”
Di balik yang tampak, masih banyak hal menarik yang pantas diketahui. Di dalam yang tak tampak, apabila kita benar-benar mampu memahaminya secara menyeluruh dan intens, kadang-kadang yang kita beroleh dari yang tak tampak itu dapat lebih efektif memberikan pemahaman kepada kita tentang manfaat atau makna sesuatu yang tampak itu.”
Muhammad Asad: “…Di depan Ka’bah terkesan bahwa tangan seorang pembangun demikian dekatnya dengan konsepsi agamanya. Justru dalam kesederhanaan kubus itu, yang menyangkal segala keindahan garis dan bentuk, berkatalah pikiran ini, ‘Betapapun indahnya segala apa yang mampu dibuat oleh tangan-tangan manusia, adalah congkak jika dibandingkan dengan kebesaran Tuhan. Oleh karena itu, semakin sederhana yang dapat disombongkan manusia, merupakan hal terbaik yang dibuatnya untuk menyatakan kebesaran itu.”
Rita Dunn: “ Cara belajar seseorang itu dipengaruhi oleh banyak variabel. Variabel itu mencakup faktor-faktor fisikal, emosional, sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedangkan sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang suka belajar secara berkelompok, dan ada yang memilih belajar secara sendirian karena lebih efektif. Sebagian orang ada yang memerlukan iringan musik sebagai latar belakang, sementara sebagian yang lain lebih dapat berkonsentrasi bila berada di dalam ruangan yang sepi. Ada juga orang yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi ada juga yang lebih suka menggelar segala sesuatunya agar semuanya dapat terlihat jelas.”
Lima daya pikat sebuah buku: konstruksi gagasan pengarang, kehebatan visi pengarang, sosok buku yang menyejarah, bentuk buku yang melangit dan gambar yang menyentuh-mengutuh.
Albert Camus: “Sebuah lambang selalu melampaui orang yang menggunakannya dan dalam kenyataan membuat dia berkata lebih daripada yang hendak ia jelaskan.”
Syed Muhammad Naquib At Attas: “Makna adalah pengenalan tempat-tempat segala sesuatu di dalam sistem. Pengenalan seperti itu terjadi jika relasi sesuatu dengan yang lain dalam sistem tersebut menjadi terjelaskan dan terpahamkan. Relasi tersebut harus menguraikan suatu keteraturan tertentu.”
Rene Descartes: “…membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan cendikiawan yang paling cemerlang dari masa lampau-yakni para penulis itu. Ini semua bahkan merupakan percakapan berbobot lantaran dalam buku-buku itu mereka menuangkan gagasan-gagasan mereka yang terbaik semata-mata…”

0 komentar: