Tuesday, August 7, 2007

SEBAB HARTA TURUN KEPADA KEMENAKAN

SEBAB HARTA TURUN KEPADA KEMENAKAN

Oleh: H. DATOEK TOEAH
Dikisahkan, Datuak Katumanggungan dengan pengiringnya menuju ke sungai Solok yang bernama Batang Taranjua. Kemudian berganti nama menjadi rantau Tiku Pariaman. Di sana beliau kawin dengan seorang perempuan dan beroleh dua anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Keturunan anak-anaknya itulah yang kemudian akan menjadi nenek dari Anggun nan Tongga Magek Jabang.
Setelah masing-masing mengembara dalam daerah taklukannya kembalilah mereka ke Pariangan Padang Panjang. Tetapi, beberapa lama kemudian teringat pula mereka akan merantau lebih jauh yaitu menyawang samudra mulai dari Pariaman sampai ke tanah Aceh. Malang akan tumbuh di tengah pelayaran tersangkutlah kapal mereka di atas beting sebab pasang surut. Dalam kesukaran itu hanya kemenakan saja yang mau berkorban tenaganya sedang anak-anaknya tinggal berpangku tangan tak mau menolong.
Maka berkatalah seorang cerdik pandai dalam rombongan itu:
“Janganlah kita serahkan harta pusaka kita kepada anak-anak kita melainkan kita serahkan kepada kemenakan saja”.
Ketiga ninik mamak membenarkan usul itu sehingga kemudian hari harta pusaka dan warisan turun kepada kemenakan bukannya kepada anak. Pihak kemenakan rela menolong dengan mengucurkan keringatnya sedang anak hanya yang enak saja sedang menyisingkan lengan baju untuk bekerja tidak mau. Itulah salah satu alasan mengapa harta pusaka turun kepada kemenakan. Tetapi dalam pelaksanaannya timbul juga pertikaian paham tentang masalah itu. Koto Piliang tidak mau mematuhi keputusan itu. Ini dapat diterima akal sebab Koto Piliang undang-undangnya “Titiak dari ateh, bajanjang naik, batanggo turun”, kaum beraja-raja.
Kapal itu terus berlayar ke pulau Sekatimuna dan Sikulambai Tukal Ria Besar. Kemudian barulah mereka kembali ke Pariangan. Sesampai di kampung halaman kedua ninik itu minta advis kepada datuak Suri Dirajo karena sudah terjadi pertikaian antara mereka berdua soal pembagian warisan dan harta pusaka.
Datuk Suri Dirajo tak dapat memberikan keputusan dalam hal itu, beliau hanya menjawab politis:
“wahai anak cucuku, kurasa umurku tidak akan lama lagi dan aku akan kembali menghadap Tuhanku. Hai Datuak Katumanggungan! Sepeninggalku peliharalah anak cucuku ini supaya jangan kena kutuk sumpah nabi Adam. Dan apa yang patut menajdi pakaian segala penghulu dengarkanlah supaya aku paparkan.
Yaitu: jika memakan janganlah dihabiskan, jika memacung jangan diputuskan, jika menebang janganmerebahkan. Sebagaimana pula yang dipakai ialah kasih sayang kepada sesama ummat manusia sebagaimana kasih sayang Nabi Muhammad kepada segala ummatnya.
Adapun teraju yang tidak palingan yaitu memilihara lidah dan segala anggota badan. Terdorong lidah, emas padanya, terdorong kata badan menanggungkan. Mulutmu harimaumu”

0 komentar: