Sunday, August 12, 2007

Lewat Buku Harian Menggali Potensi Diri



Lewat Buku Harian Menggali Potensi Diri

Sejak dari sono-nya tiap orang dibekali potensi diri. Cuma sering tidak disadari bahkan sampai usia dewasa.

Padahal banyak kemampuan yang bisa dikembangkan dari situ bila tahu seberapa besar potensi itu, karena hal itu berguna sebagai bekal memasuki dunia kerja dan meningkatkan karier. Salah satu cara menggali potensi diri bisa lewat buku harian.

Siapa tak ingin bekerja sesuai minat dan bakat? Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat tentu akan lebih menyenangkan. Selain itu, minat dapat mendorong keinginan dan keseriusan seseorang untuk belajar dari berbagai jenis pengalaman yang diperoleh. Sementara bakat akan mempercepat proses penyerapan pembelajaran pengalaman itu. Alhasil, kinerja seseorang akan menjadi lebih baik.

Sebelum mengenali minat dan bakat, kita perlu memahami lebih dulu potensi yang tersimpan di dalam diri. Dari sanalah seseorang menentukan arah dan mengawali tindakan untuk mewujudkan tujuan hidup.

Potensi yang bisa disebut sebagai kesanggupan atau kekuatan yang dapat dikembangkan itu memang memegang peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam bekerja. Apa pun jenis pekerjaannya.

Mudahnya, potensi itu berbicara mengenai “siapakah saya” dan kemampuan apa yang dimiliki untuk dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik.

Agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, mulailah melakukan observasi untuk mengenal diri sebagai langkah awal menggali potensi diri. Lontarkan pertanyaan, misalnya, “Apa yang saya sukai?°, “Orang seperti apakah saya?”, “Apa sih yang jadi minat saya?”, atau “Jenis pekerjaan apa yang sulit saya kerjakan?” (Dialog dengan diri sendiri ini contoh paling mudah tentang self awareness yang meliputi kemampuan memahami mood dan emosi diri, termasuk kemampuan menilai diri dan tidak mudah menyalahkan orang lain).

Untuk memudahkan observasi diri, catatlah setiap keberhasilan yang pernah kita capai, keterampilan yang kita miliki, dan sifat-sifat positif yang kita punyai. Sesudah itu, pertahankanlah keberhasilan, keterampilan, dan sifat-sifat positif itu sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerja kita.

Makin dini, makin baik

* Semakin dini kita mengenal diri tentu lebih baik. Sebab, kita akan lebih cepat bertindak dan lebih fokus dalam mengarahkan diri sesuai dengan minat dan bakatnya.

Sebagai gambaran, “Anak-anak yang sudah fokus pada potensi dirinya biasanya berasal dari keluarga dengan pola asuh tertentu dan sekolah tertentu pula. Mereka banyak mengalami latihan yang membuatnya bisa memahami diri, sehingga di usia belia sudah mampu menentukan arah untuk dirinya. Tidak sekadar mengikuti arus orang lain. Semakin dini mengetahui potensi diri, ia akan lebih cepat memilih bidang pekerjaan yang akan ditekuninya kelak,” kata Mutia Prihantini, managing director Tribina Multikaryatama lembaga yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia.

Kaum remaja atau orang dewasa muda sekarang, lanjut Mutia, “Terlalu banyak terpapar dengan hal-hal yang membuat mereka secara tak sadar mengikuti apa yang terjadi di luar. Mereka tidak belajar meningkatkan self awareness-nya. Juga tidak dibiasakan dan diberi kesempatan masuk ke dalam diri untuk melihat dan mengamati apa yang selama ini mereka lakukan.

Bagi kita yang merasa tidak datang dari keluarga dengan pola tertentu dan sekolah yang memberi ruang untuk mengeksplorasi minat dan bakat, tak perlu berkecil hati. Mulailah berani menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk mengenali diri. Jika sudah, segera ambil keputusan. Tanamkan dalam benak, ketika keputusan sudah diambil, kita bersedia membayar apapun risikonya.

“Beri peluang kepada diri sendiri untuk merasakan akibat dari keputusan yang telah kita ambil. Orang-orang muda yang terbiasa merasakan akibat dari keputusannya lebih mampu memfokuskan diri. Kelak mereka lebih cepat sampai kepada cita-citanya,” tutur Mutia, yang juga salah satu business coach di Action International.

Mutia juga mengingatkan, dalam menggali potensi diri jangan terlalu mengandalkan orang lain. “Suatu kesalahan besar bila itu kita lakukan. Teman, pacar, dan orangtua sekalipun tidak dapat memberi gambaran totalitas tentang diri kita. Kita sendiri yang paling tahu kelebihan dan kekurangan kita. Bahkan, alat-alat tes canggih untuk mengukur potensi seseorang pun belum tentu 100 persen cocok, karena tergantung bagaimana kita menjawabnya. Kalau kita sendiri masih ragu, enggak mungkin mendapat jawaban yang memuaskan. Tujuan psikotes hanya mengumpulkan preferensi seseorang di banyak hal, lalu dikategorisasikan sebelum seseorang dinilai punya minat ini-itu,” papar Mutia.

Mereka yang duduk di tingkat akhir perguruan tinggi dan akan selesai kuliah, saran Mutia, sebaiknya mulai mengarahkan diri. Mau ke mana setelah lulus dan pekerjaan apa yang membuat mereka enjoy.

Nikmati perjalanan diri

* Setelah mengenal diri berikut potensi kita, mulailah membuka diri terhadap banyak hal dan melakukan banyak hal pula.

“Kita tidak akan pernah tahu, apakah cocok terhadap suatu hal atau tidak, kalau tidak pernah mencoba dan belajar menguasainya. Misalnya kita ragu, apakah punya bakat main piano. Menurut saya, tak ada salahnya dicoba. Caranya, belajar dulu musiknya. Enjoy enggak? Setelah enjoy, cepat enggak menguasainya?

“Kalau ternyata bisa, tapi agak lama menguasainya, artinya bakat ada. Hanya dalam gradasi tententu mungkin lebih bagus di bidang yang lain. Ukuran berbakat atau tidak jika seseorang lebih cepat menguasai sesuatu yang baru dipelajari,” jelas Mutia.

Membuka diri terhadap hal-hal baru juga dapat dilakukan saat akan memasuki dunia kerja. Adakalanya seseorang merasa sudah tak bisa benkembang lagi. Kalau memilih bertahan, mau tak mau harus mengubah paradigma berpikir. “Kalau semula tidak suka, kini buatlah menjadi sesuatu yang kita sukai. Caranya dengan mencari hal-hal yang bisa kita nikmati, karena masih ada potensi yang belum tergali. Sekali lagi, amati diri sendiri, karena tidak pennah ada tempat (bekerja) yang tepat kalau kita tidak memutuskannya untuk membuatnya tepat,” tegas psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Masih menunut Mutia, seseorang dapat mengembangkan potensinya, yang bisa berupa bakat, hobi, atau minat khusus menjadi salah satu modal memasuki dunia kerja. Jangan cemas jika tak memiliki bakat seperti menari, menulis puisi, atau keterampilan berorganisasi. Sebab, ragam talenta itu banyak dan luas. Senanq berbicara, mudah menerima dan membantu orang lain, atau merangkai bunga bukan soal. Yang penting semua itu dilakukan dengan senang. Hal-hal itu merupakan ekspresi diri, yang selanjutnya bisa membangun harga diri dan kesuksesan di belakang hari.

“Penekanannya bukan pada kesuksesan, karena itu bukan tujuan. Yang lebih penting, bagaimana kita menikmati journey (perjalanan) diri masing-masing dan menikmati pilihan-pilihan itu. Sebab, seseorang tidak bisa tahu, apakah keputusannya terbaik atau tidak untuk dirinya. Tak ada jaminan hasilnya seperti yang kita inginkan. Seseorang yang jungkir balik lebih dahulu sebelum sukses tidak bisa dinilai melakukan kesalahan, sebab ía memang ingin mengeksplorasi diri dulu. Sepanjang ía siap menerima konsekuensinya, tak masalah,” tutur Mutia.

Mengurai diri

* Kalau berminat, ada cara dan teknik lain untuk mengenali potensi diri. Yaitu dengan mengisi diary.

Buku harian bukan sekadar agenda kegiatan apa yang akan dilakukan seseorang. Fungsinya murni sebagai wadah untuk menuangkan perasaan dan emosi dari hari ke hari. Dengan menuliskannya ke buku harian, seseorang dapat mengeksplorasi diri hingga ke hal-hal yang sensitif.

Mutia menegaskan, peristiwa-peristiwa tak menyenangkan dalam kehidupan seseorang bisa menjadi titik balik dalam memandanq hidup. Bagi oranq dewasa muda, peristiwa tak menyenangkan itu bisa berupa putus cinta, tidak diterima di fakultas favorit, lamaran pekerjaan ditolak, hingga jabatan tidak dipromosikan oleh atasan.

“Bisa dibilang itu tahap kekecewaan. Tapi peristiwa itu bisa dijadikan momen untuk mengasah self awareness. Yang penting, janqan ditolak, karena akibatnya bisa terjadi penumpulan rasa. Kunci keberhasilan self awareness itu jujur pada diri sendiri. Kekecewaan dan amarah mampu mendobrak seseorang memiliki self awareness yang kuat,” ungkapnya.

Sayangnya, banyak orang tidak bangkit atau merasa cukup puas dengan dirinya saat ini. Padahal mereka memiliki potensi yang jauh lebih besar, andai saja berani berubah dan mengambil hikmah atas peristiwa yang tak menyenangkan itu.

Masih ingat Hernowo, si penulis produktif yang menghasilkan buku-buku motivasi menulis, sekaligus koordinator Mizan Writing Society? Dalam salah satu artikel yang pernah dibuatnya, ia menawarkan konsep self digesting (cara mengurai diri), yang sebangun dengan buku harian. Melalui kegiatan menulis setiap hari, seseorang dapat mengekspresikan diri sehingga memunculkan sifat dan karakternya yang asli. Lama-kelamaan, kita mengetahui emosi dan keinginan diri yang terpendam.

Hernowo menyarankan agar memakai kata ganti orang pertama (saya, aku) dalam mengekspresikan diri secara tertulis. Dengan kata ganti orang pertama, seseorang dapat benar-benar diajak untuk melibatkan diri dengan apa yang ditulisnya.

“Itulah sebabnya, kenapa anak atau remaja perempuan lebih cepat punya self awareness dibandingkan dengan remaja pria. Mereka yang rajin menuliskan pengalaman-pengalaman emosinya dapat mengamati diri dari waktu ke waktu. Ada benang merah mengenai siapa dirinya, apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya. Apabila sudah terbiasa merumuskan diri secara tertulis, seseorang mampu menentukan dirinya sendiri. Tidak lagi ditentukan orang lain,” tandas Mutia.

Sumber: http://www.kompas.com/kesehatan/news/0603/15/133735.htmri sekarang?

0 komentar: