src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
“Sir Salman Rusdhie”
Salamn Rushdie kembali menuai sorotan publik. Pujian dan kecaman datang silih berganti, hampir secara bersamaan. Pekan lalu, Ia diberikan penghargaan “knighthood,” anugerah gelar kehormatan kebangsawanan dengan simbol “Sir” yang diberikan Ratu Inggris Elizabeth II.
“Sir” Salam Rusdhie pun tak kuasa mengekspresikan perasaan terharu bercampur bahagia: “I am thrilled and humbled to receive this great honour, and I am very grateful that my work has been recognised in this way (saya terharu dan rendah hati untuk menerima anugerah kehormatan yang mulia ini, dan saya sangat berbahagia bahwa karya saya telah diakui dengan cara seperti ini.”Ketika anugerah penghargaan yang sangat bergengsi itu disambut suka cita oleh dirinya dan masyarakat internasional, terutama komunitas sastra, tidak demikian halnya dengan umat Islam. Baik masyarakat sipil maupun negara Islam serentak protes. Penghargaan yang diberikan di Inggris tiba-tiba diikuti secara cepat dan serentak dengan protes keras di berbagai dunia Islam. Di Pakistan, pimpinan Dewan Ulama Allama Tahir Ashrafi hendak memutuskan untuk memberikan penghormatan kepada Osama bin Laden dengan “Pedang Tuhan” (Saifullah) sebagai respon terhadap gelar kehormatan yang dianugerahkan kepada “Sir” Salman Rushdie. Maknanya adalah konfrontasi dan perang terbuka sedang dideklarasikan. Kata ulama Tahir Ashrafi, “jika seorang penghina Islam dapat diberikan gelar “Sir” oleh dunia Barat, maka mujahid yang telah berperang untuk Islam melawan Rusia, Amerika dan Inggris harus diberikan gelar “Pedang Tuhan.”
Di Iran, anugerah kehormatan terhadap “Sir” Salman Rushdie pun dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap Islam. Mohammad Ali Hosseini, juru bicara kementrian luar negeri Iran, memotret keputusan penganugerahan gelar kehormatan itu sebagai bentuk agresi melawan masyarakat Muslim, sembari menilai Rushdie sebagai salah satu orang yang paling dibenci di dunia Islam.Tindakan itu tidak lagi dinilainya sebagai sesuatu yang aksidental, datang secara tiba-tiba, tapi murni direncanakan secara sistematis. Kata Hosseini, memberikan penghormatan kepada orang yang paling dibenci di dunia Islam merupakan bentuk nyata penghinaan terhadap Islam oleh kerajaan Inggris. Di berbagai dunia Islam, tak terkecuali di negeri kita, anugerah penghormatan itu umumnya direspon oleh umat Islam secara reaktif dan negatif.
Mengapa? Memori umat Islam memang langsung teringatkan kembali pada peristiwa masa silam, sekitar 19 tahun lalu, ketika Salman Rushdie menulis novel paling kontroversial di Barat maupun dunia Islam: The Satanic Verses (1988). Novel itu segera menuai badai kontroversi. Lebih-lebih sejak keluarnya fatwa “murtad” oleh Ayatullah Iran Imam Khomeini, sambil menuntut eksekusi mati terhadap Rushdie. Di hati umat
Islam, novel “Ayat-ayat Setan” benar-benar dinilainya ofensif, penuh penyerangan terhadap Islam, dan lebih-lebih sarat penghinaan terhadap Nabi Muhammad.Episode cerita the Satanic Verses memang berpusat pada karir hidup Muhammad sebagai nabi yang menerima wahyu Alquran.
Menurut keimanan ortodoksi Islam, Alquran adalah murni transmisi firman Tuhan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Tak satu pun, sesuai paham ortodoksi ini, manifestasi ungkapan kata-kata Muhammad.Namun, the Satanic Verses karya novelis Rushdie persis menohok paham ortodoksi itu. Melalui novel yang fiktif itu, Rushdie menyebut Muhammad dengan Mahound, Malaikat Jibril dengan Gibreel Farishta, yang menerima “wahyu” bukan dari Tuhan, melainkan melalui bisikan Gibreel.Karena itu, Rushdie menarik kesimpulan bahwa Alquran adalah fiksi ketimbang pewahyuan, dan Islam, sebagai agama yang berlandaskan pada Kitab Suci Alquran, dinilainya sebagai kesalahan. Atas kesimpulan yang salah kaprah itu, kemarahan umat Islam dan ulama sangat benar dan beralasan.
Dan anugerah kehormatan “Sir” Salman Rushdie yang disematkan Ratu Inggris Elizabeth II itu ibarat menyulut dan membangunkan kembali luka batin dan amarah umat Islam pada masa silam, sekitar 19 tahun lalu, ketika the Satanic Verses pertama kali terbit tahun 1988. Namun, penting sekali diingatkan agar protes dan amarah umat Islam tetap disalurkan secara tertib, sopan dan beradab. Karena, sekali umat Islam terjatuh dalam lubang jebakan kekerasan dalam merespon peristiwa ini, maka dunia Barat semakin sukses sambil tertawa puas: “Itulah umat Islam, memang suka tindakan kekerasan.” Karena itu, tetaplah elegan, sopan dan beradab dalam merespon peristiwa kontroversial yang pasti menyedot emosi umat dalam hari-hari ke depan. ***
Sumber: http://padangekspres.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=1325
Sunday, August 12, 2007
“Sir Salman Rusdhie”
Diposting oleh greata di 8:50 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment